Jelang 2024: Demokrat Digoyang, AHY Meradang

Isu mengkudeta kepemimpinan AHY di Demokrat diyakini sebagai upaya penggembosan partai demi kepentingan kendaraan politik jelang Pilpres 2024.

Isu kudeta Partai Demokrat jadi sorotan karena melibatkan nama Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko. Sejumlah pakar menilai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sedang berjuang melawan upaya penggulingan dari Istana.


Gerakan pembelotan di Partai Mercy sudah terendus sejak pertengahan 2020. Kelompok yang dipimpin Subur Sembiring sempat bersafari ke sejumlah pejabat, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan, usai AHY didapuk jadi Ketum Demokrat.


Subur dkk. hendak menumbangkan AHY lewat isu legalitas kepemimpinan. Namun, AHY berhasil membuktikan keabsahan kepemimpinannya. Subur pun didepak dari Demokrat.


Setengah tahun berselang, isu kudeta kembali berembus. AHY menyebut sejumlah kader dan mantan kader Demokrat berupaya mengambil alih partai. Menurutnya pengambilalihan akan dilakukan lewat Kongres Luar Biasa (KLB).


Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai AHY sedang berupaya mengamankan Demokrat. Sebab AHY sadar ada pihak eksternal yang coba merebut partai tersebut.


Dia menilai manuver AHY membawa masalah ini ke publik tepat. Sebab langkah itu akan membuat efek gertakan terhadap gerakan kudeta itu.


"Ini warning kepada kelompok di internal Demokrat yang memang tidak puas dengan AHY, bahwa mereka akan berhadapan dengan sistem di Demokrat atau dengan AHY sendiri," kata Asrinaldi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/1).



AHY menyebut ada keterlibatan orang dekat Presiden Joko Widodo dalam upaya kudeta terhadapnya. Dia tak mengungkap nama pejabat yang dimaksud.


Belakangan, sejumlah elite Demokrat menyebut nama Moeldoko. Dia disebut ingin membajak Demokrat untuk kepentingan pemilu mendatang.


"Mereka (pimpinan pusat dan daerah) dipertemukan langsung dengan KSP Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/2).


Tak lama setelah pernyataan dari AHY dan elite Demokrat, Moeldoko angkat suara. Ia mengakui pernah bertemu dengan beberapa kader Demokrat tapi membantah ikut berperan serta dalam upaya mengkudeta Demokrat.


"Saya mantan Panglima TNI, tapi saya tak memberi batas dengan siapapun apalagi di rumah ini, mau datang terbuka 24 jam, siapapun," tutur Moeldoko semalam.













Asrinaldi berpendapat perseteruan ini berkaitan erat dengan 2024. Dia berpendapat para bakal calon presiden di 2024 akan punya kesempatan yang sama. Namun, calon yang punya kendaraan partai politik akan unggul.


Terlebih lagi, posisi tawar Demokrat meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Dari survei Charta Politika, elektabilias Demokrat meningkat dari 4,3 persen di Februari 2020 menjadi 6 persen di Juli 2020.



Indikator Politik Indonesia juga mencatat elektabilitas Demokrat naik dari 5,7 persen menjadi 5,9 persen pada Oktober 2020. Di saat yang sama, elektabilitas PDIP, PKB, Nasdem, dan Golkar mengalami penurunan.


Potensi Demokrat itu, kata Asrinaldi, bisa jadi membuat Moeldoko tegiur. Sehingga ia memfasilitasi sejumlah kader Demokrat yang membelot.


"Dengan adanya KLB, peluang dia jadi ketua partai bisa jadi incaran. Paling tidak adalah (menempatkan orang) dijagokannya untuk 2024. Barang kali itu, membuka ruang bagi dia kalau dia minat jadi capres," ucap Asrinaldi.


Dihubungi terpisah, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip)Unair, Prof. Kacung Marijan menyoroti langkah AHY mengungkap konflik internal partai ke publik.


Menurut Marijan, konflik internal Demokrat kecil. Namun, masalah membesar karena ada campur tangan Istana. Pada saat itulah AHY merasa harus turun tangan.


"Kalau 5-6 org kecil dibandingkan dengan ratusan cabang DPD. Tetapi ini terkait dengan orang kuat di lingkaran Istana, jadi sesuatu yang mengkhawatirkan," ucap Marijan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (2/1).



Marijan menilai AHY mengambil langkah yang baik. Dia mengumumkan ke publik untuk memecah gerakan bawah tanah untuk mengudeta partai.


Di sisi lain, Moeldoko juga dinilai melakukan gerakan yang apik. Marijan menyebut langkah Moeldoko untuk buka suara meredam isu negatif ke Istana.


"Langkah yang baik karena kalau benar, itu kan berdampak tidak baik kepada Istana maupun pribadi Moeldoko, karena dianggap mencampuri urusan rumah tangga orang lain," ujarnya.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter